
Dalam sejarah Turki modern, reformasi alfabet yang dilakukan pada tahun 1928 menjadi salah satu tonggak besar dalam perubahan identitas nasional. Reformasi ini menggantikan aksara Arab-Ottoman—yang telah digunakan selama berabad-abad dengan huruf Latin sebagai sistem penulisan resmi. Peralihan ini bukan hanya persoalan linguistik atau teknis, tetapi juga mencerminkan transformasi sosial, politik, dan kultural yang mendalam. Di balik reformasi tersebut, terdapat proses kompleks yang berkontribusi pada terkikisnya warisan literasi Kesultanan Ottoman.
Latar Belakang: Aksara Ottoman dan Peradaban Islam-Turki
Aksara Ottoman adalah bentuk modifikasi dari huruf Arab yang digunakan dalam penulisan bahasa Turki Utsmani, bahasa resmi Kesultanan Ottoman. Tulisan ini tidak hanya digunakan dalam bidang administrasi, keagamaan, dan sastra, tetapi juga menjadi sarana dokumentasi sejarah, ilmu pengetahuan, dan hukum.
Tulisan Ottoman sangat erat kaitannya dengan warisan Islam. Banyak karya klasik dalam bidang tafsir, fiqih, puisi sufi, sejarah, dan kedokteran ditulis dalam aksara ini. Meskipun dianggap kompleks dan sulit dipelajari oleh masyarakat umum, sistem tulisan Ottoman mewakili kedalaman intelektual dan kultural dari dunia Islam-Turki selama lebih dari lima abad.
Reformasi Alfabet 1928: Sebuah Revolusi Kultural
Reformasi alfabet yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Atatürk pada 1 November 1928 bertujuan mempercepat modernisasi dan westernisasi Turki. Huruf Arab-Ottoman digantikan secara resmi oleh alfabet Latin yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan fonetik bahasa Turki.
Langkah ini didasarkan pada beberapa alasan pragmatis:
- Kemudahan Akses dan Pendidikan: Huruf Arab dianggap sulit dikuasai dan menyulitkan dalam program pemberantasan buta huruf. Alfabet Latin dinilai lebih praktis dan mudah dipelajari.
- Modernisasi dan Integrasi Barat: Perubahan alfabet dianggap sebagai bagian dari strategi untuk menjauhkan Turki dari tradisi Islam dan Timur Tengah, serta mendekatkan diri pada budaya Eropa.
- Pemisahan Identitas: Atatürk menginginkan terwujudnya identitas nasional Turki yang sekuler, modern, dan terpisah dari masa lalu Ottoman yang berbasis Islam.
Dampak Budaya dan Sosial: Terputusnya Jaringan Intelektual
Meskipun reformasi alfabet memiliki manfaat dalam mendorong modernisasi pendidikan dan mempercepat literasi, dampak budayanya sangat signifikan dan, dalam banyak hal, tragis:
1. Kehilangan Akses terhadap Literatur Lama
Generasi pasca-reformasi tidak lagi mampu membaca dokumen, buku, dan manuskrip yang ditulis dalam huruf Ottoman. Akibatnya, jutaan karya sastra, sejarah, dan keagamaan menjadi “asing” bagi rakyat Turki sendiri. Hanya segelintir akademisi atau ahli paleografi Ottoman yang dapat mengakses kekayaan intelektual tersebut.
2. Pemisahan Identitas Sejarah
Perubahan aksara turut memutus kesinambungan sejarah nasional. Masyarakat Turki modern tidak lagi memiliki keterhubungan langsung dengan warisan budaya nenek moyang mereka, termasuk dokumen resmi, surat kabar lama, dan catatan sejarah keluarga.
3. Dekomposisi Tradisi Islam
Karena aksara Ottoman sangat terkait dengan peradaban Islam, reformasi ini juga berarti pemutusan simbolis dengan budaya Islam. Tulisan-tulisan ulama, karya-karya keagamaan, serta naskah-naskah pesantren tradisional pun menjadi artefak yang tak lagi dibaca oleh masyarakat umum.
4. Pergeseran Orientasi Budaya
Dengan diadopsinya huruf Latin, orientasi budaya Turki beralih dari dunia Islam-Timur ke arah Eropa-Barat. Ini tampak tidak hanya dalam penggunaan bahasa, tetapi juga dalam nilai-nilai sosial, estetika seni, bahkan dalam cara berpikir dan menulis.
Upaya Pelestarian dan Kebangkitan Minat
Meskipun terjadi pemutusan budaya, dalam beberapa dekade terakhir muncul kembali minat terhadap tulisan Ottoman, terutama di kalangan akademisi dan pemuda Turki yang ingin memahami akar sejarah mereka. Lembaga-lembaga seperti Türk Dil Kurumu (Lembaga Bahasa Turki) dan arsip nasional mulai melakukan digitalisasi dan transliterasi manuskrip Ottoman.
Program-program kursus tulisan Ottoman pun semakin populer. Beberapa universitas dan madrasah modern bahkan mengintegrasikan pelajaran tulisan Ottoman dalam kurikulum mereka. Namun, tantangan utama tetaplah pada keterbatasan sumber daya manusia dan minimnya kemampuan baca-tulis Ottoman di masyarakat luas.
Penutup: Menghapus atau Mengubur?
Reformasi alfabet di Turki merupakan contoh ekstrem bagaimana sistem penulisan dapat berperan sebagai alat rekayasa sosial dan politik. Huruf Latin memang berhasil mempercepat proses literasi dan modernisasi, namun pada saat yang sama telah “menghapus” akses langsung ke warisan intelektual dan spiritual Kesultanan Ottoman.
Penghapusan aksara tidak serta-merta menghapus ingatan budaya, namun ia menimbulkan semacam keheningan sejarah yang membuat masyarakat masa kini terasing dari akarnya sendiri. Oleh karena itu, pemahaman ulang terhadap sejarah alfabet dan pelestarian tulisan Ottoman adalah langkah penting untuk menghidupkan kembali jembatan antara masa lalu dan masa kini, antara warisan Islam dan identitas modern Turki.
baca juga: Mengenal Istana Topkapi: Sejarah Pembangunannya dan Peran Fungsinya